Rabu, 03 Oktober 2018

Edisi 8


Buletin Masjid
BAABUSSALAAM
EDISI Juni 2018 M/1439 H


Ambisi Kepemimpinan Rosulullah saw

Ambisinya dilahirkan bersamaan dengan kelahirannya. Sedari kecil dia memiliki jiwa yang suci, selalu cenderung pada urusan-urusan yang tinggi tanpa mengabaikan budi pekerti apalagi sampai merendahkan orang lain. Dia tidak menyukai hal-hal yang rendah apalagi keterbelakangan. Dia adalah seorang yang ambisi tapi tidak ambisius, selalu ingin menang memperjuangkan kebenaran dengan cara-cara yang benar bukan membenarkan segala cara. Untuk memperjuangkan kebenaran tidak harus merendahkan orang lain bahkan mestinya meninggikan orang lain secara proporsional. 

Sebelum diangkat menjadi Nabi, dia mempunyai ciri-ciri kepiawaian, kepemimpinan dan pengendalian kekuasaan, sehingga kaum Quraisy memberi julukan orang yang jujur dan terpercaya. Mereka merasa puas dengan keputusan yang diambilnya dan selalu dijadikan rujukan dalam urusan-urusan mereka. 

Setelah Allah menganugrahkan kerasulan, jiwanyapun selalu merindukan kedudukan 'alwasilah', yaitu kedudukan yang tinggi di dalam surga, karenanya dia selalu memohon petunjuk kepada Allah agar tidak keluar dari kaidah aqidah dan selalu mengajarkannya kepada umatnya. 

Nabi telah mencapai 'Sidratul Muntaha' (saat mi'raj) dan meraih kesempurnaan secara mutlak dan keutamaan manusia. 

disarikan dari buku : Visualisasi Kepribadian Muhammad SAW, karya Dr. Aidh bin Abdullah Al Qarni, 2004 


Edisi 7

Buletin Masjid
BAABUSSALAAM
EDISI Mei 2018 M/1439 H

Cita Rasa Shalat

Disebabkan kekeringan, ketandusan dan kegersangan jiwa selalu datang bertubi-tubi bahkan datang tiada henti menimpa kita, maka Allah mengundang hambaNya untuk senantiasa menghadiri dan mencicipi hidanganNya berupa shalat sebagai jamuan berupa rahmat. 

Hati yang gersang selalu terasa dahaga akan siraman air yang bisa kembali menyuburkan, maka hati yang demikian sudah selayaknya meminta minuman kepada Dzat Yang Maha Kuasa, mohon akan turunnya hujan pada hati dan memberinya minum. 

Hati yang subur akan tumbuh tanaman yang melambaikan daun ketentraman, mengalair air rahmat di taman qalbu, bunganya harum semerbak, pada musimnya akan lebat dengan buah iman. 

Agar pepohonan rahmat itu tak lekang kena musim kemaraunya hati, maka harus rajin mendaur ulang, regenerasi benih, pembibitan yang unggul, semua itu dapat terjadi melalui aktifitas SHALAT. Apabila telah bisa merasakan bagaimana lezatnya cita rasa shalat, maka hati akan ketergantungan untuk menyiraminya secara rutin lewat media shalat. 

Kelalaian yang menerpa hati adalah kegersangan dan kekeringan. Selama hati itu senantiasa berdzikir mengingat Allah dan menghadap kepadaNya, maka hujan rahmat akan senantiasa tercurah dan terlimpah, laksana hujan yang turun terus menerus tanpa terputus menyuburkan lahan yang gersang. 

Apabila lalai, maka kekeringan dan kegersangan kembali menimpa menurut kadar sedikit banyaknya kelalaian itu. jika kelalaian telah menduduki dan menguasai hati, maka hati akan seperti tanah yang tandus dan gundul tanpa berpohon, rumputpun bahkan tak jadi, kering kerontang sepanjang masa, seluruh sisi terbakar oleh api syahwat, hati menjadi api yang membara membakar segala pepohonan yang tumbuh di sana. 

Karenannya mari kita senantiasa memenuhi undangan Allah SWT, hidangannya begitu banyak, ‘lezat dan gurih’ yang tidak mengenal habis, mari saudaraku...!!!!

Edisi 6


Buletin Masjid
BAABUSSALAAM
EDISI April 2018 M/1439 H


Hijrah Perspektif al-Qur’an
(Bagian 5)


Mencermati konsep hijrah dalam al-Quran, Allah SWT menjanjikan ganjaran yang tak terhingga di dunia hingga di akhirat kelak, namun demikian, konsep hijrah harus dipahami secara komprehensif, bukan sekedar berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, atau meninggalkan Indonesia menuju daerah konflik di Syiriah dan Iraq, atau bergerilia ke wilayah konflik lainnya. Hal yang demikian itu, sama sekali bukan implementasi konsep hijrah secara qurani, jauh bertentangan dengan pesan Rasulullah. Niatnya bukan karena ingin mewujudkan perubahan dan peningkatan kualitas Iman kepada Allah SWT, akan tetapi penyalahgunaan makna hijrah. 

Proses hijrah dalam al-Quran harus diawali dengan pembentukan pribadi yang memiliki keimanan yang kokoh, niat yang tulus dan tekad yang kuat guna mewujudkan peningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan, baik secara ruhaniyah maupunsecara lahiriah. Konsep hijrah yang aplikatif menciptakan kondisi kehidupan yang lebih sejahtera, bahagia dan tentu penuh dengan kedamaian. Selamat Tahun Baru Islam. (TAMAT)

Edisi 5


Buletin Masjid
BAABUSSALAAM
EDISI Maret 2018 M/1439 H


Hijrah Perspektif al-Qur’an
(Bagian 4)


ahulu. Seperti nabi Ibrahim, di saat beliau mencari kebenaran hakiki dan akhirnya menemukannya, beliau berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya saya akan pergi menuju Tuhan saya, karena Dialah yang akan memberi hidayah kepada saya”. 

Begitu pula dengan kisah nabi Luth saat beliau menyerukan iman kepada kaumnya, walaupun kaumnya mendustakannya, dan bahkan mengecam dan mengancam akan membunuhnya, namun beliau tetap dalam pendiriannya dan berkata, “Sesungguhnya saya telah berhijrah menuju Tuhan saya, sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa dan Bijaksana.” (QS.al-Ankabut: 26) 

Derajat hijrah sama tingginya dengan jihad, karena hijrah merupakan salah satu cara mempertahankan akidah dan kehormatan diri, maka Allah SWT mensejajarkannya dengan jihad dijalan-Nya yang tentunya ganjarannya pun akan sama dengan jihad. (QS. al-Baqarah: 218). Allah SWT menyiapkan pahala bagi orang yang berhijrah secara ikhlas karena Allah SWT. Di antara ganjaran pahala bagi yang berhijrah, adalah; Riski yang berlimpah di dunia (QS. al-Nisa: 100), kesalahan dihapus dan dosa diampuni (QS. Ali Imran: 195), derajatnya ditinggikan oleh Allah (QS. al-Taubah: 20), kemenangan yang besar (al-Taubah: 20, 100), tempat kembalinya adalah surga (QS. al-Taubah: 20-22), dan Mendapatkan ridha dari Allah (QS. al-Taubah: 100). 






Wallahu ‘alam

Edisi 4


Buletin Masjid
BAABUSSALAAM
EDISI Februari 2018 M/1439 H


Hijrah Perspektif al-Qur’an
(Bagian 3)




Adapun makna hijrah yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an adalah sebagai berikut; 

“Hijrah berarti mencela sesuatu yang benar karena takabur, firman Allah, “Dengan menyombongkan diri terhadap al-Qur’an itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji” (QS. al-Mu’minun: 67) 

Alquran menjelaskan konsep Hijrah dalam berbagai varian, diantaranya; pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain guna mencari keselamatan diri dan mempertahankan aqidah, firman Allah, “Barangsiapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak”. (QS. al-Nisa: 100), pisah ranjang antara suami dan istri, firman Allah, “Dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka” (QS. al-Nisa: 34) mengisolir diri, seperti ucapan ayah Nabi Ibrahim kepada beliau, “Dan tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama”. (QS. Maryam: 46) 



Wallahu ‘alam

Senin, 01 Oktober 2018

Edisi 4


Buletin Masjid
BAABUSSALAAM
EDISI Maret 2018 M/1439 H



Hijrah Perspektif al-Qur’an
(Bagian 4)

Hijrah merupakan sunnah para nabi sebelum Rasulullah saw diutus, Allah memerintahkan para utusannya untuk melakukan perbaikan diri terlebih dahulu. Seperti nabi Ibrahim, di saat beliau mencari kebenaran hakiki dan akhirnya menemukannya, beliau berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya saya akan pergi menuju Tuhan saya, karena Dialah yang akan memberi hidayah kepada saya”.

Begitu pula dengan kisah nabi Luth saat beliau menyerukan iman kepada kaumnya, walaupun kaumnya mendustakannya, dan bahkan mengecam dan mengancam akan membunuhnya, namun beliau tetap dalam pendiriannya dan berkata, “Sesungguhnya saya telah berhijrah menuju Tuhan saya, sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa dan Bijaksana.” (QS.al-Ankabut: 26)

Derajat hijrah sama tingginya dengan jihad, karena hijrah merupakan salah satu cara mempertahankan akidah dan kehormatan diri, maka Allah SWT mensejajarkannya dengan jihad dijalan-Nya yang tentunya ganjarannya pun akan sama dengan jihad. (QS. al-Baqarah: 218). Allah SWT menyiapkan pahala bagi orang yang berhijrah secara ikhlas karena Allah SWT. Di antara ganjaran pahala bagi yang berhijrah, adalah; Riski yang berlimpah di dunia (QS. al-Nisa: 100), kesalahan dihapus dan dosa diampuni (QS. Ali Imran: 195), derajatnya ditinggikan oleh Allah (QS. al-Taubah: 20), kemenangan yang besar (al-Taubah: 20, 100), tempat kembalinya adalah surga (QS. al-Taubah: 20-22), dan Mendapatkan ridha dari Allah (QS. al-Taubah: 100).


Wallahu ‘alam


Debu Kaca


Debu adalah jenis Kotoran yang sifatnya halus, lembut, wujudnya kadang tak kentara. keberadaannya ada di mana-mana, beterbangan dan menempel pada benda yang ada disekitarnya. Debu menempel tanpa memperdulikan jenis benda, debu hinggap dan mengotori tanpa menyeleksi harga atau nilai benda, tak melihat apakah benda itu murah atau mahal, besar atau kecil, kasar atau halus, gelap ataupun terang. Debu slalu saja menempel pada benda lain, kalau tak dibersihkan dia bisa domisili bertahun-tahun lamanya dan bisa menutupi bahkan merusak nilai benda itu, bisa menyamarkan dan menutupi sifat keaslian benda yang ditempelinya. Barang yang harganya mahalpun bisa jatuh harga, barang yang tadinya terang berubah wujud jadi kusam bahkan gelap, yang semula indah berubah jadi tak menarik, makanan bergizipun bisa tersulap menjadi penuh bakteri penyakit, itu semua bisa terjadi karena debu.

Seperti halnya debu,kaca juga adalah benda yang juga sifatnya halus, bening, transparan. Kaca harganya bisa mahal tapi kadang juga bisa murah, tergantung dengan benda apa ia bersatu, dimana ia menempel. Kaca yang sangat halus bisa berubah jadi beling kaca yang dapat membahayakan, bisa menggores benda-benda lain apabila kaca itu pecah, jangankan pecahannya besar-besar, berbentuk serbukpun kaca bisa sangat berbahaya. Bila kaca terawat dengan baik, keasliannya bisa bertahan dalam kurun waktu yang sangat lama, ia tetap bersih, menarik dan mengkilap. Kaca juga bisa berfungsi sebagai cermin dari benda lain.

Debu akan sangat kentara, tampak jelas apabila menempel pada kaca, kaca bisa menjadi sangat kusam dan suram bahkan transpransi kaca bisa tertutup karena debu. Merawat kaca dari tempelan debu sebenarnya tidak sulit apabila perawatannya telaten dan rutin, tidak membiarkan debu menempel berlama-lama,diusap bahkan sekali tiupan saja debu bisa terusir dari kaca. Sebaliknya apabila debu dibiarkan menempel, ia akan sangat sulit untuk dibersihkan, perlu waktu lama, atau memerlukan media pembersih yang harganya sangat mahal sekedar untuk membersihkan kaca dari tempelan debu.

Debu dan kaca adalah analogi atau perumpamaan dari sifat dosa dan hati manusia, dosa laksana debu, dan hati bagaikan kaca. Hati itu bening, bisa jadi cermin orang-orang di sekeliling apabila hati itu bersih tanpa dosa. Bila hati manusia kena dosa sangat mudah untuk dibersihkan; dengan meminta maaf kepada sesama atau ampunan kepada Allah SWT, apabila dosa itu cepat dibersihkan dari hati. Namun apabila dosa itu bersemayam dalam hati manusia pada kurun waktu yang relatif lama, dosa akan sangat sulit untuk dibersihkan, bahkan bisa menutupi hati manusia. Manusia yang santun bisa berubah jadi kasar, yang tadinya pemurah bisa menjadi kikir, pemaaf bisa jadi pendendam, penyayang jadi pembenci. Singkatnya perangai orang bisa berubah karena kehadiran dosa di hati.

Dosa sebagaimana debu, ia tetap bisa dibersihkan, kalaupun hati penuh dengan dosa bila ada kemauan, bukan barang yang mustahil hati itu bisa kembali bersih sebening kaca, mengkilap sebagaimana belum dihinggapi dosa, hati bisa kembali 'fitrah', tapi tentu memerlukan media pembersih yang baik yaitu bertaubat dengan 'taubatan nashuha'; tobat sebenar-benarnya bertobat, menyesali perbuatan dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi.

NASTAGHFIRUKA WAATHUBU ILAIKA YA ROBBANAA !

Tampak samping Jl. Subang II




KLIK AL-QURAN 30 JUZ bisa BACA & DENGAR  tanpa harus mengunduh